1. Teori Jarum Suntik (Hypodermic Needle Model)
Teori
ini menjelaskan bahwa pesan disampaikan kepada masyarakat kecil yang kemudian
menyebar ke masyarakat yang lebih luas. Sebagai contohnya, pada kasus Basuki
Tjahaja Purnama tentang penistaan agama. Pada awalnya, video hasil editan Buni
Yani yang disebarkan melalui facebook ingin
mempengaruhi khalayak muda sebagai target utama, namun ternyata mempengaruhi
khalayak lainnya (para ulama dan masyarakat awam lainnya).
2. Teori Kegunaan dan Gratifikasi (Uses and Gratification Theory)
Setiap
orang yang mencari media (menonton televisi atau media lainnya), mereka
memiliki harapan mendapatkan kepuasan dari sana. Contoh kasusnya adalah ketika
kita menonton televisi, kita ingin tahu bukan untuk apa kita menonton televisi,
tetapi bagaimana televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap, atau
menggerakkan perilaku kita.
3. Teori Agenda Setting
Teori Agenda setting
beroperasi pada tiga tahap. Yang pertama yaitu adanya agenda media yang
mempengaruhi agenda publik dan agenda kebijakan. Dalam kasus Prita Mulyasari,
hal ini dapat kita lihat melalui peristiwa yang diekpos oleh media mengenai
kasus Prita Mulyasari dengan Rumah Sakit Omni Internasional Agenda media,
adalah saat curhatan Prita Mulyasari mengenai kinerja dan pelayanan
yang buruk mengenai RS Omni International di jejaring media sosial yang
mengakibatkan Prita dituntut dan ditahan. Karena dianggap telah melanggar
undang-undang informasi elektronik (ITE). Banyak media massa yang mem-viralkan
dan mebesar-besarkan peristiwa ini, dengan cara mengekpos sisi penderitaan dan
ketidakadilan yang dialaminya. Agenda publik, banyaknya pemberitaan
mengenai peristiwa tersebut, sehingga menimbulkan simpati banyak masyarakat
terhadap penderitaan Prita Mulyasari. Dan pemberitaan terhadap peristiwa inipun
menimbulkan pro dan kontra menyangkut sikap RS Omni Internasional. Agenda
kebijakan, disaat yang bersamaan sedang dilakukannya pencalonan presiden
dan banyak pejabat terkemuka. Dan beberapa pejabat terkemuka dan calon presiden
yang bersimpati terhadap Prita Mulyasari. Dan banyak tokoh-tokoh penting
mengunjungi Prita Mulyasari dan memberikan komentar terhadap peristiwa
tersebut. Hal ini juga tidak luput dari mata media dan
memepulikasikannya. Dampaknya cukup berpengaruh, Prita Mulyasari dibebaskan dan
persidangannya dilakukan relatif cepat.
4. Teori Analisis Kultivasi (Cultivation Analysis Theory)
Teori
ini ingin melihat jangka panjang ketika seseorang mengkonsumsi televisi.
Sebagai contohnya para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi
itulah dunia senyatanya. Misalnya, tentang perilaku kekerasan yang terjadi di
masyarakat. Para pecandu berat televisi akan mengatakan sebab utama munculnya
kekerasan karena masalah sosial (karena televisi yang ditonton sering
menyuguhkan berita dan kejadian dengan motif sosial sebagai alasan melakukan
kekerasan). Padahal bisa jadi sebab utama itu lebih karena keterkejutan budaya
(cultural shock) dari tradisional ke
kehidupan modern. Teori kultivasi berpendapat bahwa pecandu berat televisi
membentuk suatu realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan.
5. Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory)
Seorang
anak kecil, masih berada dalam tahap pembelajaran dengan mencontoh atau
mengamati dari modelnya lalu diproses dan direproduksi ulang oleh si anak. Sama
halnya dalam kehidupan keluarga; ketika ada anak yang sejak kecil tumbuh dengan
melihat ayahnya sering memukul ibunya (hal tersebut dilihatnya terus-menerus
dan dalam jangka waktu lama), maka ia akan membentuk pola pikir bahwa memukul
perempuan itu hal yang diperbolehkan. Seiring dengan pertumbuhan sang anak, ia
bisa saja memukul teman perempuannya di sekolah atau bahkan sama seperti
ayahnya yaitu memukul istrinya kelak.
6. Teori Spiral Keheningan (Spiral of Silence Theory)
Teori Spiral
Keheningan erat sekali kaitannya dengan kehidupan nyata, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Kondisi keheningan melalui
pembungkaman masyarakat yang memiliki pendapat bertentangan dengan opini
penguasa juga kerap dikonstruksikan oleh pihak yang berkuasa. Misalnya,
terlihat dalam berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi selama
Orde Baru. Beberapa peristiwa Pelanggaran HAM seperti Tanjung Priok, Petrus,
Penyerangan Kantor Pusat PDI di Jakarta, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi 1
dan 2 oleh kalangan militer atas perintah penguasa saat itu merupakan sebagian
contoh pengonstruksian kondisi keheningan yang membungkam masyarakat.
Iklim demokrasi di
Indonesia pada masa itu belum berkembang baik, dimana pemerintah pada masas
Orde Baru memakai istilah demokrasi terpimpin, yang dianggap sebagian pengamat
tetap digolongkan demokrasi otoriter. Seseorang menolak untuk mengutarakan
pandangan yang bertentangan dengan opini yang dikembangkan oleh pemerintah yang
berkuasa, karena disebabkan oleh risiko bahaya yang mengancam keselamatan
pribadi. Hal ini merupakan akibat dari demokrasi terpimpin yang tidak berjalan
dengan baik, tidak adanya kebebasan berpendapat, serta tekanan dari penguasa
negara. Apalagi mayoritas opini dimunculkan dan didominasi oleh penguasa negara
yang juga memiliki kekuatan dan kekuasan terhadap pemberitaan di media-media
massa pada kala itu. Sehingga pemberitaan atas isu-isu yang diangkat oleh
media-media massa pada saat itu dapat dikatakan seragam dengan opini dominan
dari pihak penguasa negara.
Kenyataan para hardcore (kalangan
minoritas yang mengutarakan pendapat) yang selalu mendapat tekanan dan ancaman
dari penguasa negara. Bahkan sebagian dari mereka hingga diculik dan tidak
jelas nasibnya hingga kini. Seperti kasus penyair Wiji Tukul (mengritisi sikap
dan kebijakan pemerintah melalui pusi-pusinya) maupun peristiwa yang menimpa
Munir (aktivis Hak Asasi Manusia). Hal ini menimbulkan rasa kekhawatiran yang
besar pada mereka yang memiliki pandangan berbeda dengan opini mayoritas. Hal
ini juga membuat tidak munculnya pendapat yang berbeda dengan pandangan
penguasa pada masa itu.
7. Teori Efek Media Terbatas (Limited Effect Media Theory)
Efek
media terbatas terjadi karena perbedaan individu, persepsi, karakter dari
audiens. Contoh kasus dari teori ini dalam suatu kampanye pemilihan presiden
yaitu Jokowi vs Prabowo disetiap 2 stasiun TV Jokowi ( Metro TV ) dan Prabowo (
TV One ) mempunyai pemberitaan masing masing kekuatan pihak sendiri, dan
mengumbar setiap kelemahan lawan, karena media massa tersebut banyak masyarakat
yang juga ikut dalam angkat bicara bahkan sampai beradu dengan pihak lawan.
8. Teori Komunikais Dua Tahap (Two-Step Flow Theory)
Dalam
teori ini ditekankan pada peran opinion
leader atau pemimpin pendapat. Kasus yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama
mengenai penistaan agama merupakan salah satu contoh kasus dari teori ini.
Setelah video orasi Ahok di kepulauan Seribu yang diedit oleh Buni Yani dan
beredar di masyarakat, awalnya tidak begitu dihiraukan oleh masyarakat.
Kemudian, setelah hal tersebut direspon oleh Habib Rizieq sebagai opinion leader dan menganggapnya sebagai
penistaan agama, maka ia berusaha mengajak semua kaum muslim di Indonesia untuk
mengadakan aksi bela di Jakarta. Sebelum pesan sampai kepada masyarakat, pesan
tersebut melewati opinion leader terlebih
dahulu.
9. Teori Perubahan Sikap (Attitude Change Theory)
Dalam
teori ini dijelaskan bahwa sikap seseorang dalam berkomunikasi dapat berubah
tergantung pada kondisi lingkungan komunikasinya. Ketika youtuber yang terkenal
dengan nama Bayu Skak, dia membuat video menggunakan bahasa yang kasar, tetapi
saat dia mendapatkan kesempatan untuk
‘berjalan – jalan’ bersama RI Satu, pola komunikasi dalam videonya berubah
drastis.
10. Teori Ketergantungan (Dependeny Theory)
Contoh
kasus dari teori ini adalah ketergantungan antara negara berkembang dan negara
maju, di mana negara berkembang mengekspor barang mentah yang dikelola oleh
negara maju dan kemudian diimpor kembali oleh negara berkembang dan
diperjualbelikan kembali. Sebagai contoh, Indonesia mengekspor karet ke negara
Jepang yang kemudian akan diolah menjadi ban dan diimpor lagi oleh Indonesia
lalu dijual kepada warga negaranya.
11. Teori Kritis
Teori
Kritis adalah sebuah gerakan, yakni gerakan pemikiran baru yang menentangan
terhadap determinisme tunggal teori sosial Marxian, yang padanya menjadi titik
tolak selanjutnya terhadap positivisme, kritik terhadap masyarakat modern yang
disebutnya “dominasi oleh elemen kultural” dan mengalami “penindasan kultural
atas individu” dan kemudian kritik pada kultur.
Comments
Post a Comment