Carl Hovland. (http://www.overcominghateportal.org) |
Usai perang dunia ke-2 hingga tahun 1960-an merupakan periode munculnya teori-teori komunikasi massa pada intinya menyatakan bahwa media massa memiliki efek terbatas. Media massa sudah tidak memiliki kekuatannya lagi sebagaimana periode teori masyarakat massa. Berakhirnya era teori masyarakat massa ini ditandai dengan munculnya beberapa teori yang menyatakan bahwa khalayak audien tidak mudah dipengaruhi oleh isi pesan media massa. Beberapa teori penting muncul pada era ini adalah teori perubahan sikap (attitude change theory) dari Carl Hovland, muncul pada awal tahun 1950-an dan teori penguatan (reinforcement theory) dari Joseph Klapper, yang muncul pada tahun 1960-an. Carl Hovland adalah pendiri atau penggagas awal penelitian eksperimental efek-efek komunikasi. Ia bekerja dengan tujuan untuk membangun suatu dasar pemikiran (groundwork) mengenai hubungan antara stimuli komunikasi, kecenderungan diri audien, dan perubahan pendapat. Pemikiran ini diharapkan dapat digunakan dalam pengembangan teori-teori selanjutnya.
Teori perubahan sikap memberikan penjelasan bagaimana sikap seseorang terbentuk dan bagaimana sikap itu dapat berubah melalui proses komunikasi dan bagaimana sikap itu dapat mempengaruhi sikap tindak atau tingkah laku seseorang. Teori perubahan sikap ini antara lain menyatakan bahwa seseorang akan mengalami ketidaknyamanan di dalam dirinya (mental discomfort) bila ia dihadapkan pada informasi baru atau informasi yang bertentangan dengan keyakinannya. Keadaan tidak nyaman disebut dengan istilah disonansi, yang berasal dari kata dissonance, yang berarti ketidakcocokan atau ketidaksesuaian sehingga disebut juga dengan teori disonansi. Orang akan berupaya secara sadar atau tidak untuk membatasi atau mengurangi ketidaknyamanan ini melalui tiga proses selektif, yaitu penerimaan informasi selektif, ingatan selektif, dan persepsi selektif.
Teori lain yang muncul pada periode efek terbatas adalah teori reinforcement atau teori penguatan dari Joseph Klapper. Dalam buku nya The Effect Of Mass Communication, teori penguatan yang disusunnya berdasarkan berbagai bukti ilmiah dalam ilmu sosial yang berkembang sebelum tahun1960-an. Klapper sendiri menyebut teorinya dengan nama phenomenistic theory, namun orang lebih sering menyebutnya dengan teori penguatan karena menekankan pada kekuatan media yang terbatas.
Menurut Klapper (1960), komunikasi massa bukanlah penyebab yang cukup kuat untuk menimbulkan efek bagi audien, pengaruh komunikasi massa terjadi melalui berbagai faktor dan pengaruh perantara. Berbagai faktor perantara menjadikan komunikasi massa sebagai salah satu agen yang memberikan kontribusinya bagi timbulnya efek pada diri audien, namun bukan satu-satunya penyebab utama. Pemikiran Klapper mengenai efek terbatas media massa disusun sebelum tahun 1960, yaitu ketika televisi belum menjadi media massa. Di Indonesia, bahkan televisi ketika itu belum diketahui wujudnya seeperti apa, namun pada tahun1960-an, televisi mulai menjadi media massa di Amerika, yang berarti sebagian besar masyarakat sudah menggunakan televisi. Kehadiran televisi sebagai media massa baru ternyata memberikan efek besar kepada masyarakat, terutama yang berasal dari tayangan kekerasan yang menyebabkan meningkatnya tindak kekerasan di kalangan masyarakat. Menurut Elisabeth Noelle-Neumann, media massa memberikan efek terbatas kepada audien tidak dapat dipertahankan lagi.
James Potter mengemukakan beberapa efek tayangan televisi terhadap khalayak. Menurutnya, menonton tayangan kekerasan di televisi dalam jangka pendek menimbulkan sikap agresif, ketakutan dan perasaan tidak sensitif dan dalam jangka panjang akan meningkatkan agresivitas, perasaan ketakutan (menjadi korban kejahatan), dan penerimaan yang semakin besar terhadap tindak kekerasan. Namun, Potter menyatakan bahwa hasil penelitiannya tidak serta merta mendukung kembalinya kekuatan media massa seperti pada era masyarakat massa karena efek tersebut dimediasi oleh faktor yang bersifat individual, situasional, institusional, dan juga faktor pesan, dan kesemuanya menjadikan gambaran terjadinya efek menjadi kompleks. Ia menegaskan bahwa kekuatan media tidak dapat diabaikan, ia menyerukan suatu pendekatan sistematis yang memperhatikan keseluruhan faktor dan juga metode yang menerima definisi kekerasan dan efek yang lebih lengkap.
Rujukan lain
Rujukan lain
Comments
Post a Comment