Teori
ini muncul pada 1950an oleh Wilbur Schram, kemudian dicabut kembali pada tahun
1970an karena khalayak sasaran media massa ternyata tidak pasif. Hal ini
didukung oleh Paul Lazarsfeld dan Raymond Bauer. Lazarsfeld mengatakan bahwa
khalayak yang diterpa peluru tidak jatuh terjerembab (peluru tidak menembus, efek
tidak seuai dengan tujuan penembak, sasaran senang ditembak). Sedangkan Bauer
menyatakan bahwa khalayak sebenarnya tidak pasif (mencari yang diinginkan dari
media massa). Pada tahun 1960an, muncul teory limited effect model oleh
Hovland. Dia menyatakan bahwa pesan komunikasi efektif dalam menyebarkan
informasi, bukan untuk mengubah perilaku. Coooper dan Jahoda menunjukan bahwa
persepsi selektif mengurangi efektivitas suatu pesan.
Teori
peluru ini merupakan konsep awal efek komunikasi massa yang oleh para pakar
komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula Hypodermic needle theory ( teori jarum
suntik ) atau Bullet Theory ( teori peluru ). Teori ini ditampilkan tahun
1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleidoskop stasiun radio siaran CBS di
Amerika berjuduk The Invansion from Mars ( Effendy.1993: 264-265 ).
Kondisi
ini memberikan pengaruh kepada teori komunikasi massa yang muncul ketika itu
yang dinamakan teori stimulus-respon (S-R Thheory) yang merupakan teori paling
tua dan paling dasar dalam ilmu komunikasi modern.
Teori
Jarum Hipodermik ini meyakinkan bahwa kegiatan mengirimkan pesan sama halnya
dengan tindakkan menyuntikkan obat yang bisa langsung masuk ke dalam jiwa
penerima pesan. Sebagaimana peluru yang ditembakkan dan langsung masuk ke dalam
tubuh (Morissan, 2013: 504).
Menurut
Melvin DeFleur berpendapat bahwa pada teori ini, media menyajikan stimuli
perkasa yang secara seragam diperhatikan oleh massa. Stimuli yang membangkitkan
desakan, emosi, atau proses lain yang hampir tidk terkontrol oleh individu.
Setiap anggota massa memberikan respons yang sama pada stimuli yang datang dari
media massa. Teori ini mengasumsikan massa yang tidak berdaya ditembakki oleh
stimuli media massa maka diisebut dengan “teori peluru” (bullet theory) atau
“model hipodermik” yang menganalogikan pesan komunikasi seperti obat yang disuntikkan
dengan jarum ke bawah kulit pasien.
Selain
itu, dalam teori ini mencoba menjelaskan bagaimana proses berjalannya pesan
dari sumber (source) kepada pihak yang menerima pesan atau komunikan
(receiver). Secara singkat, media massa dalam teori ini bersifat sangat kuat
dalam mempengaruhi penerima pesan. Teori S-R menggambarkan proses komunikasi
yang sederhana yangg hanya melibatkan dua komponen yaitu media massa dan
penerima pesan yaitu khalayak. Media massa mengeluarkan stimulis dan penerima
menanggapinya dengan menunjukkan respon sehingga dinamakan teori
stimulus-respon (Morissan, 2013: 505)
Morissan.
2013. Teori Komunikasi : Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana
Comments
Post a Comment